BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.
Nikah merupakan hubungan yang tidak mungkin lepas dari kehidupan
manusia. Tindakan itu senantiasa menjadi kebutuhan dan tetap dilakukan orang,
disemua tempat, pada setiap masa, dan semua keadaan. Akan tetapi, dalam menjalani
kehidupan setelah perkawinan tidak semua pasangan mampu memelihara keharmonisan
dalam keluarganya, sehingga diperlukan pula penceraian sebagai jalan keluar
dari perkawinan yang tidak bahagia. Sehingga muncullah hadanah yaitu hak asuh
anak dan menjaga anak. Namun, di antara pasangan yang telah bercerai
kadang-kadang timbul pula penyesalan yang mendalam sehingga diperlukan jalan
untuk kembali ke status perkawinan semula. Sebagai syariat allah yang maha
bijaksana , islam memberikan aturan-aturan yang cukup lengkap tentang
perkawinan, penceraian, hadanah dan rujuk.
Untuk itu dalam makalah ini , kami akan membahas tentang rujuk, dan
hadanah.
B.
Rumusan
Masalah.
1.
Rujuk
/ Raj’ah.
A.
Pengertian
Rujuk ?
B.
Macam
Rujuk ?
C.
Syarat
dan Rukun Rujuk ?
D.
Prosedur
Rujuk ?
2.
Hadhanah
( Mengasuh Anak ).
A.
Pengertian
Hadhanah ?
B.
Dasar
Hukum Hadhanah ?
C.
Yang
Lebih Layak Melakukan Hadhanah ?
D.
Syarat-syarat
Bagi yang Melakukan Hadhanah ?
C.
Tujuan
Masalah.
1.
Untuk
mengetahui Pengertian rujuk, macam rujuk, syarat dan rukun rujuk dan prosedur rujuk.
2.
Untuk
mengetahui Pengertian Hadhanah, dasar hukum hadhanah , yg lebih layak melakukan
hadhanah, dan syarat-syarat bagi yang melakukan hadhanah .
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Rujuk
/ Raj’ah.
A.
Pengetian
Rujuk / Raj’ah.
و هى لغة ا لمرة من الرجو ع و شر عا رد المرأة الى النكاح فى عدة طلا
ق غير با ئن على وجه مخصو ص.
”Rujuk / Raj’ah menurut bahasa,[1]
artinya kembali. Sedangkan menurut syarak, adalah mengembalikan istri yang
masih dalam iddah talak , bukan talak bain, pada pernikahan semula , sesuai
dengan peraturan yang di tentukan.”
Firman
Allah SWT :
و بعو لتهن ا حق برد هن فى ذ لك ان ارا دوا اصلحا ..... ( البقرة :
228
Artinya
: “ Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (
para suami ) itu menghendaki islah. “ ( Q.S. Al-Baqarah : 228 ).
Maksud dari ayat diatas, adalah apabila seorang telah menceraikan
istrinya[2] ,
maka ia dibolehkan bahkan dianjurkan untuk rujuk kembali dengan syarat bila
keduanya betul-betul hendak berbaikan kembali ( islah ). Dengan pengertian
bahwa mereka benar-benar sma-sama saling mengerti dan penuh rasa tanggung
jawabantara satu dengan yang lainnya. Tetapi jika suami mempergunakan
kesempatan rujuk itu bukan untuk berbuat islah , bahkan sebaliknya untuk
menganiaya tanpa memberi nafkah , atau semata-mata untuk menahan istri agar
jangan menikah dengan orang lain. Maka suami tersebut, tidak berhak untuk
merujuk istrinya.
Rujuk merupakan hak suami. Bila ia benar bermaksud baik, ia boleh
mempergunakan haknya itu dan sah hukumnya. Suka atau tidak sukanya istri tidak
menjadi halangan untuk sahnya rujuk.
Dalam kitab Fat-Hul Qarib[3]
dijelaskan bahwa tanpa izin dari istrinya , suami boleh merujuk istrinya :
( واذا طلق) شخص ( امراته وا
حدة او ا ثنتين فله ) بغير اذ نها ( مرا جعتها ما لم تنقض عد تها ).
“
Jika seorang suami menalak istrinya satu atau dua kali , maka baginya boleh
merujuk istri tanpa seizinnya, selama masa iddahnya belum habis.”
Sebagaimana keterangan diatas bahwa dalam rujuk tidak di syaratkan
kerelaan bagi perempuan . karena rujuk merupakan hak suami,selama talak raj’i
dan dalam masa iddah, dengan tidak
memandang suka atau tidak sukanya si istri.[4]
Begitu juga tidak dipandang rela atau tidak relanya walinya.
B.
Macam
Rujuk.
Seperti diketahui cara bercerai itu dalam islam ada enam macam
sesuai dengan kondisi suami , istri ketika bercerai itu. Sehingga penjelasan
cara rujuknya sebagai berikut.
Pertama, talak raj’i ,[5]dimana
suami mentalak istrinya untuk pertamakali, sedangkan istrinya itu sudah pernah
digaulinya secara seksual sempurna, dan istrinya itu tidaklah menebus talak
itu. Cara rujuknya yaitu mereka dapat rujuk kembali tanpa tanpa nikah baru asal
saja dilakukannya rujuk itu keadaan istri masih dalam masa iddah.
Karena besarnya hikmah yang terkandung dalam ikatan tali perkawinan
itu, maka bila seseorang telah menceraikan istrinya , ia diperintahkan oleh
Allah SWT. Agar merujuknya kembali :
Firman
Allah SWT :
واذا طلقتم النساء فبلغن اجلهن فأ مسكو هن بمعروف او سر حو هن
بمعروف..( البقرة : 231
Artinya
: “ Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya,
maka rujuknyalah mereka dengan cara yang baik , atau ceraikan mereka dengan
cara yang ma’ruf (pula). “ ( Q.S. Al-Baqarah : 231 ).
Kedua, talak bain sughra yaitu jika suami telah mentalak istrinya
dengan mendapatkan tebusan (khulu), dari istrinya berupa uang atau barang ,
semacam ganti rugi karena penjatuhan talak itu adalah permintaan istri. Atau
talak bain sughra yaitu suami menjatuhi talak kepada istrinya yang belum pernah
dia gauli secara seksual.Cara rujuknya yaitu hendaknya apabila suami kembali
(rujuk) padanya hendaklah melalui nikah baru lagi.
Ketiga , [6]talak
bain kubra ialah jika suami telah 3 kali menjatuhkan talak . sehingga apabila
suami apabila ingin kembali ke mantan istrinya , yaitu mantan istrinya harus
nikah dengan orang lain lagi , dan menunggu masa iddahnya.
Keempat, Fasakh yaitu diceraikan oleh hakim pengadilan . penceraian
fasakh ini boleh rujuk tetapi harus dengan nikah baru. Artinya suami melamar
lagi , dinikahkan lagi dengan saksi-saksi persis dengan pernikahan mereka
semula dengan mahar yang baru.
Kelima, Cerai secara li’an yaitu menuduh istri didepan hakim secara
berkali-kali bahwa dia telah berzina dengan laki-laki lain, akibatnya mereka
bercerai untuk selama-lamanya. Artinya sang suami tidak boleh memperistrinya
lagi , walaupun sang istrinya itu telah menikah dengan laki-laki lain
berkali-kali.
Keenam , yaitu cerai akibat suami wafat, yaitu masa iddah bagi
istri yang ditinggalkan suami karena wafat yaitu empat bulan sepuluh
hari.setelah itu dia bebas untuk kawin dengan laki-laki muslim manapunyang
dikendaki.
C.
Syarat
dan Rukun Rujuk.
Syarat-syarat
Rujuk yang harus dipenuhi antara lain :
1.
Saksi
untuk Rujuk.[7]
Imam malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah disunnahkan .
Didalam kitab Fat-Hul Mu’in bahwa saksi untuk rujuk itu disunnahkan
:
ولا يشترط الا
شها د عليها , بل يسن.
Artinya : tidak disyaratkan mempersaksikan Rujuk, tapi disunnahkan
.
Sedangkan Imam Syafi’i adanya saksi dalam rujuk itu diwajibkan .
Perbedaan pendapt ini disebabkan adanya pertentang antara qiyas
dengan zahir nas Al-Qur’an . yaitu Firman Allah SWT :
واشهدوا ذوى عدل
منكم.....( الطلا ق: 2
Artinya : “ .....dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil...”
(Q.S. At-talak :2 ).
Ayat tersebut mewajibkan mendatangkan saksi. Akan tetapi ,
pengqiyasan hak rujuk dengan hak –hak lain yang diterima oleh seseorang
menghendaki tidak adanya saksi. Oleh karena itu penggabungan antara qiyas
dengan ayat tersebut adalah dengan membawa perintah ayat tersebut sebagai
sunnah.
2.
Rujuk
dengan Kata-kata / dengan Penggaulan Istri.
-
Rujuk
dengan kata-kata .
Segolongan Fuqoha berpendapat bahwa rujuk hanya dapat terjadi
dengan kata-kata saja.
Imam Syafi’i [8]berpdendapat
bahwa rujuk itu dipersamakan dengan perkawinan, dan allah SWT. Memerintahkan
untuk diadakan persaksian , sedangkan persaksian hanya terdapat pada kata-kata.
وتحصل الرجعة من
النا طق بالفا ظ منها را جعتك وما تصرف منها.
Artinya : “ Rujuk dapat berhasil dari orang yang dapat berucap
dengan beberapa lafal, anta lain : “ Saya kembali kepadamu “, dan kalimat yang
dikembalikan kepadanya.
-
Rujuk
dengan Penggaulan Istri :
Fuqaha yang lain berpendapat bahwa rujuk harus dengan meenggauli
istri dalam hal ini timbul dua pendapat dari imam malik dan imam abu hanifah :
Menurut Imam Malik, mengatakan bahwa rujuk dengan penggaulan ,
istri hanya dianggap sah apabila diniatkan untuk merujuk . karena bagi golongan
ini. Perbuatan disamakan dengan kata-kata dan niat .
Sedangkan menurut , Imam Abu Hanifah yang mempersoalkan rujuk
dengan penggaulan , jika ia bermaksud merujuk dan ia tanpa niat.
Perbedaan pendapat antara keduanya tersebut karena Imam Abu Hanifah
berpendapat bahwa rujuk itu mengakibatkan halalnya pergaulan, karena disamakan
dengan istri yang terkena ila’ ( sumpah tidak akan menggauli istrinya ), disamping
karena hak milik atas istri belum terlepas darinya , sehingga terdapat hubungan
saling mewarisi antara keduanya. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa
menggauli istri yang ditalak raj’i adalah haram . Oleh karena itu diperlukan
niat.
3.
Kedua
belah pihak istri yakin dapat hidup bersama kembali dengan baik [9].
Jika keduanya tidak yakin dapat hidup kembali dengan baik , maka
rujuknya tidak sah.
Allah SWT berfirman :
فان طلقها فلا
تحل له من بعد حتى تنكح زو جا غيره , فان طلقها فلا جنا ح عليهما ان يترا جعا ان ظنا
ان يقيما حدو د الله , وتلك حدود الله يبينها لقوم يعلمون. ( البقرة : 230
Artinya “ Kemudian jika si suami menalaknya ( sesudah talak yang
kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan
suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya . maka tidak
ada dosa bagi keduanya ( bekas suami pertama dan istri ) , untuk kawin kembali
jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum allah. Itulah
hukum-hukum allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui.”
(Q.S.Al-Baqarah:230).
4.
Istri
telah dicampuri.
Jika Istri yang dicerai belum pernah dicampuri, maka tidak sah
rujuk , tetapi dengan harus perkawinan baru lagi.
Allah SWT, Berfirman :
يا ايها الذ ين
ا منوا اذا نكحتم المؤ منت ثم طلقتمو هن من قبل ان تمسو هن فما لكم عليهن من عدة
تعتدونها , فمتعو هن وسر حو هن سرا حا جميلا. ( الا حزب : 49
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman , apabila kamu menikahi
perempuan-perempuan yang beriman , kemudian kamu ceraikan sebelum kamu
mencampurinya , maka sekali-kali tidak wajib atas iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya. Maka berikannlah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu
dengan cara yang sebaik-baiknya .” (Q.S.Al-Ahzab :49).
5.
Istri
baru diceraikan dua kali.
Jika istri telah diceraikan tiga kali maka tidak sah rujuk lagi.
Hal ini seperti dijelaskan dalam surat al-baqarah :230 diatas.
ولا مفا رقة با
لطلا ق الثلا ث : فلا يصح نكا حها الا بعدا لتحليل.[10]
Artinya : “dan tidak sah pula merujuk istri yang diseraikan dengan
talak tiga ; tidak sah menikahinya lagi kecuali setelah tahlil.
Ada lima syarat jika suami telah menjatuhkan talak tiga dan ingin
kembali ke istrinya yaitu :[11]
a.
Sudah
habis masa iddah perempuan dari suami yang menalaknya .
b.
Perempuan
itu sudah pernah menikah dengan laki-laki selain suami yang menlaknya , dengan
pernikahan yang sah.
c.
Suami
lain (bukan yang pertama ) sudah menggaulinya dan mengenainya yaitu sekira
sudah memasukkan hasyafah ke vagina , tidak cukup memasukkan ke duburnya ,
dengan syarat alat laki-laki tersebut harus tegang serta yang memasukkan adalah
orang yang mampu menjimaknya.
d.
Suami
( bukan yang menalak ) sudah menalak bain kepadanya.
e.
Sudah
Habis masa iddahnya dari suami yang lain.
6.
Istri
yang dicerai dalam masa iddah raj’i.
Kalau bercerainya dari istri secara fasakh atau khulu atau cerai
dengan istri yang ketiga kalinya, istri yang dicerai belum pernah dicampurinya
, maka rujuknya tidak sah.
Rukun
Rujuk dapat dikemukakan sebagai berikut [12]:
1.
Ada
suami yang merujuk atau wakilnya.
Syarat orang yang merujuk adalah[13] :
وشر ط المر تجع
ان لم يكن محرما اهلية النكاح بنفسه وحينئذ فتصح رجعة السكران لا رجعة الصبى
والمجنو ن لان كلا منهم ليس اهلا لنكاح بنفسه بخلا ف السفيه و العبد فر جعتهما صحيحة
من غير اذ ن الو لى و السيد وان توقف ابتدا ء نكا حهما على اذن الولى والسيد.
Artinya : “ Syarat orang yang merujuk adalah jika dia bukan orang
yang ihram maka harus orang yang ahli nikah dengan sadar diri , dan ketika yang
demikian itu, maka sahlah rujuk orang yang mabuk . tidak sah rujuk orang murtad,
anak kecil dan orang gila , karena masing-masing bukan orang yang ahli nikah
dengan sadar diri. Berbeda dengan orang yang bodoh dan budak.maka perujukannya
adalah sah tanpa sepengetahuan wali tau sayid, meskipun permulaan pernikan
keduanya terhenti untuk memperoleh izin wali adan sayid.
2.
Ada
istri yang dirujuk dan sudah dicampurinya.
3.
Kedua
belah pihak ( mantan suami dan istri ) sama-sam suka dan ingin islah.
4.
Dengan
Pernyataan ijab dan kabul .
Seperti mengucapkan kata-kata rujuk misalnya :
رددتك لنكا حى
او امسكتك عليه صر يحا ن فى الر جعة وان قو له تزو جتك او انكحتك كنا يتان.
“ saya mengembalikanmu pada pernikannku” atau “ saya memegangmu
atas pernikahan”, maka keduanya adalah terang dalam hal merujuk. Sedangkan
ucapan perujuk : “ saya mengawinimu” atau “saya menikahimu”keduanya adalah
kinayah.
D.
Prosedur
Rujuk.[14]
Adapun
prosedur rujuk sebagai berikut :
a.
Dihadapan
PPN ( Pegawai Pencatat Nikah ), Suami mnegikrarkan rujuknya kepada istri
disaksikan minimal dua orang saksi.
b.
PPN
mencatatnya dalam buku pendaftaran rujuk, kemudian membacanya dihadapan
suami-istri tersebut serta saksi-saksi dan selanjudnya masing-masing mebubuhkan
tanda tangan.
c.
PPN
membuatkan kutipan buku pendaftaran rujuk rangkap dua dengan nomor dan kode
yang sama.
d.
Kutipan
diberikan kepada suami-istri yang rujuk.
e.
PPN
membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan mengirimkan ke Pengadilan
Agama yang akan mengeluarkan akta talak yang bersangkutan.
f.
Suami
istri dengan membawa kutipan buku pendaftaran rujuk datang ke pengadilan agama
untuk mendapatkan kembali akta nikahnya masing-masing.
g.
Pengadilan
agama memberikan akta nikah yang bersangkutan dengan menahan kutipan buku
pendaftaran rujuk.
2.
Hadhanah
( Mengasuh Anak ).
A.
Pengertian
Hadhanah ( Mengasuh Anak ).[15]
Hadhanah menurut bahasa adalah meletakkan sesatu dekat tulang rusuk
seperti menggendong , atau meletakkan sesuatu dalam pangkuan. Sedangkan
hadahanah menurut istilah ialah tugas menjaga dan mengasuh atau mendidik bayi
atau anak kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur dirinya
sendiri.
Akan tetapi
para ulama fiqih mendefinisikan Hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak
yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan ataupun sudah besar namun
belum mumayyiz, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya sehingga
mampu berdiri sendirib menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab.
B.
Dasar
Hukum Hadhanah[16]
Dasar hukum pemeliharaan anak, tercantum dalam
surat at-Tahrim:6 yang berbunyi :
ﯿﺂﺃﯾﻬﺎﺍﻟﺬﻳﻦﺁﻤﻧﻭﺍﻘﻭﺍﺃﻨﻓﺳﻛﻡ ﻮﺃﻫﻟﻳﻛﻡ
ﻨﺎﺮﺍﻭﻘﻭﺩﻫﺎﺍﻟﻨﺎﺲﻭﺍﺤﺟﺎﺮﺓ
Artinya : Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu.
Pada
ayat ini orang tua di tuntut untuk memelihara keluarganya agar terpelihara dari
api neraka, agar seluruh anggota keluarganya ,elaksanakan perintah dan
meninggalkan laranganya, termasuk anggota keluarga disini yakninya anak.
Betapa
banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan kita (ibu-bapak) untuk
memelihara serta menjaga dan bertanggung jawab dalam memelihara keluarganya.
C.
Yang Lebih Layak Melakukan Hadhanah[17] .
Dalam kaitannya dengan masalah ini ada dua
periode bagi anak yang perlu dikemukakan yaitu :
1.
Periode sebelum mumayyiz.
Periode ini
adalah dari waktu lahir sampai menjelang umur tujuh atau delapan tahun. Pada
masa tersebut anak belum bisa membedakan antara yang bermamfaat dan yang
berbahaya bagi dirinya., sehingga para ulama menyimpulkan bahwa pihak ibulah
lebih berhak terhadap anak . Kesimpulan ini didasarkan pada :
a.
Sabda Rasulullah yang maksudnya . “barang siapa
memisahkan antara seorang ibu dengan anaknya niscaya Allah akan memisahkan antara
orang itu dengan kekasihnya di hari kiamat”. ( H.R.Abu Daud ).
b.
Dari Abdullah Bin Umar bahwasanya seorang
wanita berkata : ya rasulullah, bahwasanya anakku ini perutkulah yang
mengandungnya, asuhankulah yang mengawasinya, air susukulah yang diminumnya.
Bapaknya hendak mengambilnya dariku. Maka berkatalah rasulullah: engkau lebih
berhak atasnya selama engkau belum menikah lagi dengan laki-laki lain[18].” (
H.R. Abu Daud dan Akhmad ).
Jika ibunya telah meninggal ataupuntidak ada maka yang menjadi hadhanah ibu
dari ibunya anak itu teerus keatas, begitupun sebaliknya ibu dari bapaknya
hingga keatas. Jika ada yang melakukan hadhanah yaitu pemerintahnya.
Dasar urutan orang-orang yang
berhak melakukan dalam hadhanah yaitu :
1.
Kerabat pihak ibu didahulukan atas kerabat
pihak bapak jika tinggkatannya dalam kerabat adalah sama.
2.
kerabat sekandung didahulukan dari kerabat yang
bukan sekandung dan kerabat seibu lebih didahulukan atas kerabat bapaknya, dll.
2.
Periode Mumayyiz.
Periode
Mumayyiz adalah dari umur tujuh tahun sampai menjelang baligh berakal.secara
ini seorang anak telah mampu membedakan yang berbahaya dan yang bermamfaat
baginya .sehingga ia dapat dianggap dapat menjatuhkan pilihannya utuk memilih
tinggal dengan ibu atau ayahnya.
D.
Syarat – Syarat Bagi yang melakukan Hadhanah.
Untuk kepentingan anak dan pemeliharaannya
diperlukan beberapa syarat bagi yang melakukan hadhanah , sebgai berikut :
1.
Balig berakal[19] , tidak
terganggu ingatan , sebab hadhanah itu merupakan pekerjaan yang penuh tanggung
jawab.
2.
Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk
memelihara dan mendidik mahdun ( anak yang diasuh) dan tidak terikat dengan
suatu pekerjaan yang bisa mengakibatkan tugas hadhanah menjadi terlantar.
3.
Seorang yang melakukan hadhanah harus beragama
islam seorang nonmuslim tidak berhak dan tidak boleh ditunjuk sebagai pengasuh.
4.
Jika yang melakukan hadhanah adalah ibu kandung
dari anak yang akan diasuh , disyaratkan tidak kawin lagi. Adanya persyaratan
tersebut adalah kekhawatiran suami kedua tidak merelakan istrinya disibukkan
mengurus anaknya dari suami pertama. Tetapi jika suami kedua rela menerima anak
tersebut , maka hak hadhanah tidak akan gugur.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
· ”Rujuk / Raj’ah menurut bahasa, artinya kembali. Sedangkan menurut
syarak, adalah mengembalikan istri yang masih dalam iddah talak , bukan talak
bain, pada pernikahan semula , sesuai dengan peraturan yang di tentukan.”
·
Rukun
Rujuk dapat dikemukakan sebagai berikut :
· Ada suami yang merujuk atau wakilnya.
· Ada istri yang dirujuk dan sudah dicampurinya.
· Kedua belah pihak ( mantan suami dan istri ) sama-sam suka dan ingin islah.
· Dengan Pernyataan ijab dan kabul .
v Hadhanah menurut bahasa adalah meletakkan sesatu dekat tulang rusuk
seperti menggendong , atau meletakkan sesuatu dalam pangkuan. Sedangkan
hadahanah menurut istilah ialah tugas menjaga dan mengasuh atau mendidik bayi
atau anak kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur dirinya
sendiri.
B.
Saran.
Alhamdulillah kami panjatkan sebagai
implementasi rasa syukur kami atas selesainya makalah ini. Namun dengan
selesainya bukan berarti telah sempurna, Oleh karena itulah saran serta kritik
yang bersifat membangun dari saudara selalu kami nantikan.untuk dijadikan suatu
pertimbangan dalam setiap langkah sihingga kami terus termotivasi kearah yang
lebih baik tentunya dimasa masa yang akan datang.akhirnya kami ucapkan terima
kasih sebanyak banyaknya.
[2] Slamet Abidin, Aminuddin. Fiqih Munakahat, ( CV Pustaka
Setia, Bandung:1999 ), hlm, 149.
[8] Lahmuddin Nasution. Pembaruan Hukum
Islam Dalam Mazhab Syafi’i, ( PT Remaja Rosdakarya, Bandung:2001), hlm 216.
[15]Satria Effendi. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,
( Prenada Media, Jakarta:2004 ), hlm 167.
[17] Satria Effendi. Problematika Hukum
Keluarga Islam Kontemporer, ( Prenada Media, Jakarta:2004 ), hlm 170.
[19] Satria Effendi. Problematika Hukum
Keluarga Islam Kontemporer, ( Prenada Media, Jakarta:2004 ), hlm 170.
No comments:
Post a Comment