Thursday, April 16, 2015

makalah " Rujuk"



BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang.
Nikah merupakan hubungan yang tidak mungkin lepas dari kehidupan manusia. Tindakan itu senantiasa menjadi kebutuhan dan tetap dilakukan orang, disemua tempat, pada setiap masa, dan semua keadaan. Akan tetapi, dalam menjalani kehidupan setelah perkawinan tidak semua pasangan mampu memelihara keharmonisan dalam keluarganya, sehingga diperlukan pula penceraian sebagai jalan keluar dari perkawinan yang tidak bahagia. Sehingga muncullah hadanah yaitu hak asuh anak dan menjaga anak. Namun, di antara pasangan yang telah bercerai kadang-kadang timbul pula penyesalan yang mendalam sehingga diperlukan jalan untuk kembali ke status perkawinan semula. Sebagai syariat allah yang maha bijaksana , islam memberikan aturan-aturan yang cukup lengkap tentang perkawinan, penceraian, hadanah dan rujuk.
Untuk itu dalam makalah ini , kami akan membahas tentang rujuk, dan hadanah.

B.            Rumusan Masalah.
1.      Rujuk / Raj’ah.
A.    Pengertian Rujuk ?
B.     Macam Rujuk ?
C.     Syarat dan Rukun Rujuk ?
D.    Prosedur Rujuk ?
2.      Hadhanah ( Mengasuh Anak ).
A.    Pengertian Hadhanah ?
B.     Dasar Hukum Hadhanah ?
C.     Yang Lebih Layak Melakukan Hadhanah ?
D.    Syarat-syarat Bagi yang Melakukan Hadhanah ?


C.            Tujuan Masalah.
1.      Untuk mengetahui Pengertian rujuk, macam rujuk, syarat dan rukun rujuk dan prosedur rujuk.
2.      Untuk mengetahui Pengertian Hadhanah, dasar hukum hadhanah , yg lebih layak melakukan hadhanah, dan syarat-syarat bagi yang melakukan hadhanah .

















BAB II
PEMBAHASAN
1.             Rujuk / Raj’ah.
A.    Pengetian Rujuk / Raj’ah.
و هى لغة ا لمرة من الرجو ع و شر عا رد المرأة الى النكاح فى عدة طلا ق غير با ئن على وجه مخصو ص.
”Rujuk / Raj’ah menurut bahasa,[1] artinya kembali. Sedangkan menurut syarak, adalah mengembalikan istri yang masih dalam iddah talak , bukan talak bain, pada pernikahan semula , sesuai dengan peraturan yang di tentukan.”
Firman Allah SWT :
و بعو لتهن ا حق برد هن فى ذ لك ان ارا دوا اصلحا ..... ( البقرة : 228
Artinya : “ Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka ( para suami ) itu menghendaki islah. “ ( Q.S. Al-Baqarah : 228 ).
Maksud dari ayat diatas, adalah apabila seorang telah menceraikan istrinya[2] , maka ia dibolehkan bahkan dianjurkan untuk rujuk kembali dengan syarat bila keduanya betul-betul hendak berbaikan kembali ( islah ). Dengan pengertian bahwa mereka benar-benar sma-sama saling mengerti dan penuh rasa tanggung jawabantara satu dengan yang lainnya. Tetapi jika suami mempergunakan kesempatan rujuk itu bukan untuk berbuat islah , bahkan sebaliknya untuk menganiaya tanpa memberi nafkah , atau semata-mata untuk menahan istri agar jangan menikah dengan orang lain. Maka suami tersebut, tidak berhak untuk merujuk istrinya.
Rujuk merupakan hak suami. Bila ia benar bermaksud baik, ia boleh mempergunakan haknya itu dan sah hukumnya. Suka atau tidak sukanya istri tidak menjadi halangan untuk sahnya rujuk.
Dalam kitab Fat-Hul Qarib[3] dijelaskan bahwa tanpa izin dari istrinya , suami boleh merujuk istrinya :
( واذا طلق) شخص (  امراته وا حدة او ا ثنتين فله ) بغير اذ نها ( مرا جعتها ما لم تنقض عد تها ).
“ Jika seorang suami menalak istrinya satu atau dua kali , maka baginya boleh merujuk istri tanpa seizinnya, selama masa iddahnya belum habis.”
Sebagaimana keterangan diatas bahwa dalam rujuk tidak di syaratkan kerelaan bagi perempuan . karena rujuk merupakan hak suami,selama talak raj’i dan dalam masa iddah,  dengan tidak memandang suka atau tidak sukanya si istri.[4] Begitu juga tidak dipandang rela atau tidak relanya walinya.
B.     Macam Rujuk.
Seperti diketahui cara bercerai itu dalam islam ada enam macam sesuai dengan kondisi suami , istri ketika bercerai itu. Sehingga penjelasan cara rujuknya sebagai berikut.
Pertama, talak raj’i ,[5]dimana suami mentalak istrinya untuk pertamakali, sedangkan istrinya itu sudah pernah digaulinya secara seksual sempurna, dan istrinya itu tidaklah menebus talak itu. Cara rujuknya yaitu mereka dapat rujuk kembali tanpa tanpa nikah baru asal saja dilakukannya rujuk itu keadaan istri masih dalam masa iddah.
Karena besarnya hikmah yang terkandung dalam ikatan tali perkawinan itu, maka bila seseorang telah menceraikan istrinya , ia diperintahkan oleh Allah SWT. Agar merujuknya kembali :


Firman Allah SWT :
واذا طلقتم النساء فبلغن اجلهن فأ مسكو هن بمعروف او سر حو هن بمعروف..( البقرة : 231
Artinya : “ Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujuknyalah mereka dengan cara yang baik , atau ceraikan mereka dengan cara yang ma’ruf (pula). “ ( Q.S. Al-Baqarah : 231 ).
Kedua, talak bain sughra yaitu jika suami telah mentalak istrinya dengan mendapatkan tebusan (khulu), dari istrinya berupa uang atau barang , semacam ganti rugi karena penjatuhan talak itu adalah permintaan istri. Atau talak bain sughra yaitu suami menjatuhi talak kepada istrinya yang belum pernah dia gauli secara seksual.Cara rujuknya yaitu hendaknya apabila suami kembali (rujuk) padanya hendaklah melalui nikah baru lagi.
Ketiga , [6]talak bain kubra ialah jika suami telah 3 kali menjatuhkan talak . sehingga apabila suami apabila ingin kembali ke mantan istrinya , yaitu mantan istrinya harus nikah dengan orang lain lagi , dan menunggu masa iddahnya.
Keempat, Fasakh yaitu diceraikan oleh hakim pengadilan . penceraian fasakh ini boleh rujuk tetapi harus dengan nikah baru. Artinya suami melamar lagi , dinikahkan lagi dengan saksi-saksi persis dengan pernikahan mereka semula dengan mahar yang baru.
Kelima, Cerai secara li’an yaitu menuduh istri didepan hakim secara berkali-kali bahwa dia telah berzina dengan laki-laki lain, akibatnya mereka bercerai untuk selama-lamanya. Artinya sang suami tidak boleh memperistrinya lagi , walaupun sang istrinya itu telah menikah dengan laki-laki lain berkali-kali.
Keenam , yaitu cerai akibat suami wafat, yaitu masa iddah bagi istri yang ditinggalkan suami karena wafat yaitu empat bulan sepuluh hari.setelah itu dia bebas untuk kawin dengan laki-laki muslim manapunyang dikendaki.


C.     Syarat dan Rukun Rujuk.
Syarat-syarat Rujuk yang harus dipenuhi antara lain :
1.      Saksi untuk Rujuk.[7]
Imam malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah disunnahkan .
Didalam kitab Fat-Hul Mu’in bahwa saksi untuk rujuk itu disunnahkan :
ولا يشترط الا شها د عليها , بل يسن.
Artinya : tidak disyaratkan mempersaksikan Rujuk, tapi disunnahkan .
Sedangkan Imam Syafi’i adanya saksi dalam rujuk itu diwajibkan .
Perbedaan pendapt ini disebabkan adanya pertentang antara qiyas dengan zahir nas Al-Qur’an . yaitu Firman Allah SWT :
واشهدوا ذوى عدل منكم.....( الطلا ق: 2
Artinya : “ .....dan persaksikanlah dengan dua orang saksi  yang adil...”
(Q.S. At-talak :2 ).
Ayat tersebut mewajibkan mendatangkan saksi. Akan tetapi , pengqiyasan hak rujuk dengan hak –hak lain yang diterima oleh seseorang menghendaki tidak adanya saksi. Oleh karena itu penggabungan antara qiyas dengan ayat tersebut adalah dengan membawa perintah ayat tersebut sebagai sunnah.
2.      Rujuk dengan Kata-kata / dengan Penggaulan Istri.
-          Rujuk dengan kata-kata .
Segolongan Fuqoha berpendapat bahwa rujuk hanya dapat terjadi dengan kata-kata saja.
Imam Syafi’i [8]berpdendapat bahwa rujuk itu dipersamakan dengan perkawinan, dan allah SWT. Memerintahkan untuk diadakan persaksian , sedangkan persaksian hanya terdapat pada kata-kata.
وتحصل الرجعة من النا طق بالفا ظ منها را جعتك وما تصرف منها.
Artinya : “ Rujuk dapat berhasil dari orang yang dapat berucap dengan beberapa lafal, anta lain : “ Saya kembali kepadamu “, dan kalimat yang dikembalikan kepadanya.
-          Rujuk dengan Penggaulan Istri :
Fuqaha yang lain berpendapat bahwa rujuk harus dengan meenggauli istri dalam hal ini timbul dua pendapat dari imam malik dan imam abu hanifah :
Menurut Imam Malik, mengatakan bahwa rujuk dengan penggaulan , istri hanya dianggap sah apabila diniatkan untuk merujuk . karena bagi golongan ini. Perbuatan disamakan dengan kata-kata dan niat .
Sedangkan menurut , Imam Abu Hanifah yang mempersoalkan rujuk dengan penggaulan , jika ia bermaksud merujuk dan ia tanpa niat.
Perbedaan pendapat antara keduanya tersebut karena Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa rujuk itu mengakibatkan halalnya pergaulan, karena disamakan dengan istri yang terkena ila’ ( sumpah tidak akan menggauli istrinya ), disamping karena hak milik atas istri belum terlepas darinya , sehingga terdapat hubungan saling mewarisi antara keduanya. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa menggauli istri yang ditalak raj’i adalah haram . Oleh karena itu diperlukan niat.
3.      Kedua belah pihak istri yakin dapat hidup bersama kembali dengan baik [9].
Jika keduanya tidak yakin dapat hidup kembali dengan baik , maka rujuknya tidak sah.
Allah SWT berfirman :
فان طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح زو جا غيره , فان طلقها فلا جنا ح عليهما ان يترا جعا ان ظنا ان يقيما حدو د الله , وتلك حدود الله يبينها لقوم يعلمون. ( البقرة : 230
Artinya “ Kemudian jika si suami menalaknya ( sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya . maka tidak ada dosa bagi keduanya ( bekas suami pertama dan istri ) , untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum allah. Itulah hukum-hukum allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (Q.S.Al-Baqarah:230).
4.      Istri telah dicampuri.
Jika Istri yang dicerai belum pernah dicampuri, maka tidak sah rujuk , tetapi dengan harus perkawinan baru lagi.
Allah SWT, Berfirman :
يا ايها الذ ين ا منوا اذا نكحتم المؤ منت ثم طلقتمو هن من قبل ان تمسو هن فما لكم عليهن من عدة تعتدونها , فمتعو هن وسر حو هن سرا حا جميلا. ( الا حزب : 49
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman , apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman , kemudian kamu ceraikan sebelum kamu mencampurinya , maka sekali-kali tidak wajib atas iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berikannlah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya .” (Q.S.Al-Ahzab :49).
5.      Istri baru diceraikan dua kali.
Jika istri telah diceraikan tiga kali maka tidak sah rujuk lagi. Hal ini seperti dijelaskan dalam surat al-baqarah :230 diatas.
ولا مفا رقة با لطلا ق الثلا ث : فلا يصح نكا حها الا بعدا لتحليل.[10]
Artinya : “dan tidak sah pula merujuk istri yang diseraikan dengan talak tiga ; tidak sah menikahinya lagi kecuali setelah tahlil.
Ada lima syarat jika suami telah menjatuhkan talak tiga dan ingin kembali ke istrinya yaitu :[11]
a.       Sudah habis masa iddah perempuan dari suami yang menalaknya .
b.      Perempuan itu sudah pernah menikah dengan laki-laki selain suami yang menlaknya , dengan pernikahan yang sah.
c.       Suami lain (bukan yang pertama ) sudah menggaulinya dan mengenainya yaitu sekira sudah memasukkan hasyafah ke vagina , tidak cukup memasukkan ke duburnya , dengan syarat alat laki-laki tersebut harus tegang serta yang memasukkan adalah orang yang mampu menjimaknya.
d.      Suami ( bukan yang menalak ) sudah menalak bain kepadanya.
e.       Sudah Habis masa iddahnya dari suami yang lain.
6.      Istri yang dicerai dalam masa iddah raj’i.
Kalau bercerainya dari istri secara fasakh atau khulu atau cerai dengan istri yang ketiga kalinya, istri yang dicerai belum pernah dicampurinya , maka rujuknya tidak sah.
Rukun Rujuk dapat dikemukakan sebagai berikut [12]:
1.      Ada suami yang merujuk atau wakilnya.
Syarat orang yang merujuk adalah[13] :
وشر ط المر تجع ان لم يكن محرما اهلية النكاح بنفسه وحينئذ فتصح رجعة السكران لا رجعة الصبى والمجنو ن لان كلا منهم ليس اهلا لنكاح بنفسه بخلا ف السفيه و العبد فر جعتهما صحيحة من غير اذ ن الو لى و السيد وان توقف ابتدا ء نكا حهما على اذن الولى والسيد.

Artinya : “ Syarat orang yang merujuk adalah jika dia bukan orang yang ihram maka harus orang yang ahli nikah dengan sadar diri , dan ketika yang demikian itu, maka sahlah rujuk orang yang mabuk . tidak sah rujuk orang murtad, anak kecil dan orang gila , karena masing-masing bukan orang yang ahli nikah dengan sadar diri. Berbeda dengan orang yang bodoh dan budak.maka perujukannya adalah sah tanpa sepengetahuan wali tau sayid, meskipun permulaan pernikan keduanya terhenti untuk memperoleh izin wali adan sayid.
2.      Ada istri yang dirujuk dan sudah dicampurinya.
3.      Kedua belah pihak ( mantan suami dan istri ) sama-sam suka  dan ingin islah.
4.      Dengan Pernyataan ijab dan kabul .
Seperti mengucapkan kata-kata rujuk misalnya :
رددتك لنكا حى او امسكتك عليه صر يحا ن فى الر جعة وان قو له تزو جتك او انكحتك كنا يتان.
“ saya mengembalikanmu pada pernikannku” atau “ saya memegangmu atas pernikahan”, maka keduanya adalah terang dalam hal merujuk. Sedangkan ucapan perujuk : “ saya mengawinimu” atau “saya menikahimu”keduanya adalah kinayah.

D.    Prosedur Rujuk.[14]
Adapun prosedur rujuk sebagai berikut :
a.       Dihadapan PPN ( Pegawai Pencatat Nikah ), Suami mnegikrarkan rujuknya kepada istri disaksikan minimal dua orang saksi.
b.      PPN mencatatnya dalam buku pendaftaran rujuk, kemudian membacanya dihadapan suami-istri tersebut serta saksi-saksi dan selanjudnya masing-masing mebubuhkan tanda tangan.
c.       PPN membuatkan kutipan buku pendaftaran rujuk rangkap dua dengan nomor dan kode yang sama.
d.      Kutipan diberikan kepada suami-istri yang rujuk.
e.       PPN membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan mengirimkan ke Pengadilan Agama yang akan mengeluarkan akta talak yang bersangkutan.
f.       Suami istri dengan membawa kutipan buku pendaftaran rujuk datang ke pengadilan agama untuk mendapatkan kembali akta nikahnya masing-masing.
g.      Pengadilan agama memberikan akta nikah yang bersangkutan dengan menahan kutipan buku pendaftaran rujuk.








2.             Hadhanah ( Mengasuh Anak ).
A.    Pengertian Hadhanah ( Mengasuh Anak ).[15]
Hadhanah menurut bahasa adalah meletakkan sesatu dekat tulang rusuk seperti menggendong , atau meletakkan sesuatu dalam pangkuan. Sedangkan hadahanah menurut istilah ialah tugas menjaga dan mengasuh atau mendidik bayi atau anak kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur dirinya sendiri.
Akan tetapi para ulama fiqih mendefinisikan Hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan ataupun sudah besar namun belum mumayyiz, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya sehingga mampu berdiri sendirib menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab.
B.     Dasar Hukum Hadhanah[16]
Dasar hukum pemeliharaan anak, tercantum dalam surat at-Tahrim:6 yang berbunyi :

ﯿﺂﺃﯾﻬﺎﺍﻟﺬﻳﻦﺁﻤﻧﻭﺍﻘﻭﺍﺃﻨﻓﺳﻛﻡ ﻮﺃﻫﻟﻳﻛﻡ ﻨﺎﺮﺍﻭﻘﻭﺩﻫﺎﺍﻟﻨﺎﺲﻭﺍﺤﺟﺎﺮﺓ

Artinya   : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
         Pada ayat ini orang tua di tuntut untuk memelihara keluarganya agar terpelihara dari api neraka, agar seluruh anggota keluarganya ,elaksanakan perintah dan meninggalkan laranganya, termasuk anggota keluarga disini yakninya anak.
         Betapa banyaknya ayat-ayat al-Qur’an  yang memerintahkan kita (ibu-bapak) untuk memelihara serta menjaga dan bertanggung jawab dalam memelihara keluarganya.

C.     Yang Lebih Layak Melakukan Hadhanah[17] .
Dalam kaitannya dengan masalah ini ada dua periode bagi anak yang perlu dikemukakan yaitu :
1.      Periode sebelum mumayyiz.
Periode ini adalah dari waktu lahir sampai menjelang umur tujuh atau delapan tahun. Pada masa tersebut anak belum bisa membedakan antara yang bermamfaat dan yang berbahaya bagi dirinya., sehingga para ulama menyimpulkan bahwa pihak ibulah lebih berhak terhadap anak . Kesimpulan ini didasarkan pada :
a.       Sabda Rasulullah yang maksudnya . “barang siapa memisahkan antara seorang ibu dengan anaknya niscaya Allah akan memisahkan antara orang itu dengan kekasihnya di hari kiamat”. ( H.R.Abu Daud ).
b.      Dari Abdullah Bin Umar bahwasanya seorang wanita berkata : ya rasulullah, bahwasanya anakku ini perutkulah yang mengandungnya, asuhankulah yang mengawasinya, air susukulah yang diminumnya. Bapaknya hendak mengambilnya dariku. Maka berkatalah rasulullah: engkau lebih berhak atasnya selama engkau belum menikah lagi dengan laki-laki lain[18].” ( H.R. Abu Daud dan Akhmad ).
            Jika ibunya telah meninggal ataupuntidak ada maka yang menjadi hadhanah ibu dari ibunya anak itu teerus keatas, begitupun sebaliknya ibu dari bapaknya hingga keatas. Jika ada yang melakukan hadhanah yaitu pemerintahnya.
                        Dasar urutan orang-orang yang berhak melakukan dalam hadhanah yaitu :
1.                Kerabat pihak ibu didahulukan atas kerabat pihak bapak jika tinggkatannya dalam kerabat adalah sama.
2.                kerabat sekandung didahulukan dari kerabat yang bukan sekandung dan kerabat seibu lebih didahulukan atas kerabat bapaknya, dll.

2.      Periode Mumayyiz.
Periode Mumayyiz adalah dari umur tujuh tahun sampai menjelang baligh berakal.secara ini seorang anak telah mampu membedakan yang berbahaya dan yang bermamfaat baginya .sehingga ia dapat dianggap dapat menjatuhkan pilihannya utuk memilih tinggal dengan ibu atau ayahnya.




D.    Syarat – Syarat Bagi yang melakukan Hadhanah.

Untuk kepentingan anak dan pemeliharaannya diperlukan beberapa syarat bagi yang melakukan hadhanah , sebgai berikut :
1.      Balig berakal[19] , tidak terganggu ingatan , sebab hadhanah itu merupakan pekerjaan yang penuh tanggung jawab.
2.      Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan mendidik mahdun ( anak yang diasuh) dan tidak terikat dengan suatu pekerjaan yang bisa mengakibatkan tugas hadhanah menjadi terlantar.
3.      Seorang yang melakukan hadhanah harus beragama islam seorang nonmuslim tidak berhak dan tidak boleh ditunjuk sebagai pengasuh.
4.      Jika yang melakukan hadhanah adalah ibu kandung dari anak yang akan diasuh , disyaratkan tidak kawin lagi. Adanya persyaratan tersebut adalah kekhawatiran suami kedua tidak merelakan istrinya disibukkan mengurus anaknya dari suami pertama. Tetapi jika suami kedua rela menerima anak tersebut , maka hak hadhanah tidak akan gugur.
















BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan.
·  ”Rujuk / Raj’ah menurut bahasa, artinya kembali. Sedangkan menurut syarak, adalah mengembalikan istri yang masih dalam iddah talak , bukan talak bain, pada pernikahan semula , sesuai dengan peraturan yang di tentukan.”
·         Rukun Rujuk dapat dikemukakan sebagai berikut :
·  Ada suami yang merujuk atau wakilnya.
·  Ada istri yang dirujuk dan sudah dicampurinya.
·  Kedua belah pihak ( mantan suami dan istri ) sama-sam suka  dan ingin islah.
·  Dengan Pernyataan ijab dan kabul .

v Hadhanah menurut bahasa adalah meletakkan sesatu dekat tulang rusuk seperti menggendong , atau meletakkan sesuatu dalam pangkuan. Sedangkan hadahanah menurut istilah ialah tugas menjaga dan mengasuh atau mendidik bayi atau anak kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur dirinya sendiri.

B.            Saran.
Alhamdulillah kami panjatkan sebagai implementasi rasa syukur kami atas selesainya makalah ini. Namun dengan selesainya bukan berarti telah sempurna, Oleh karena itulah saran serta kritik yang bersifat membangun dari saudara selalu kami nantikan.untuk dijadikan suatu pertimbangan dalam setiap langkah sihingga kami terus termotivasi kearah yang lebih baik tentunya dimasa masa yang akan datang.akhirnya kami ucapkan terima kasih sebanyak banyaknya.





[1] Ahmad Sunandar. Fat-Hul Qarib,( Al-Hidayah, Surabaya ), hlm, 72.
[2] Slamet Abidin, Aminuddin. Fiqih Munakahat, ( CV Pustaka Setia, Bandung:1999 ), hlm, 149.
[3] Ahmad Sunandar. Fat-Hul Qarib,( Al-Hidayah, Surabaya ), hlm, 73.
[4] Slamet Abidin, Aminuddin. Fiqih Munakahat, ( CV Pustaka Setia, Bandung:1999 ), hlm, 155.
[5] Hasbullah Bakry. Pedoman Islam Indonesia,  ( UI-Press, Jakarta:1990 ), hlm, 189.
[6] Hasbullah Bakry. Pedoman Islam Indonesia,  ( UI-Press, Jakarta:1990 ), hlm, 190.
[7] Slamet Abidin, Aminuddin. Fiqih Munakahat, ( CV Pustaka Setia, Bandung:1999 ), hlm, 151.
[8] Lahmuddin Nasution. Pembaruan Hukum Islam Dalam Mazhab Syafi’i, ( PT Remaja Rosdakarya, Bandung:2001), hlm 216.
[9] Slamet Abidin, Aminuddin. Fiqih Munakahat, ( CV Pustaka Setia, Bandung:1999 ), hlm, 153.
[10] Aliy As’ad. Fat-Hul Mu’in, ( Manara Kudus ), hlm 168.
[11] Ahmad Sunandar. Fat-Hul Qarib,( Al-Hidayah, Surabaya ), hlm, 75.
[12] Slamet Abidin, Aminuddin. Fiqih Munakahat, ( CV Pustaka Setia, Bandung:1999 ), hlm, 154.
[13] Ahmad Sunandar. Fat-Hul Qarib,( Al-Hidayah, Surabaya ), hlm, 74.
[14] Slamet Abidin, Aminuddin. Fiqih Munakahat, ( CV Pustaka Setia, Bandung:1999 ), hlm, 155.
[15]Satria Effendi. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, ( Prenada Media, Jakarta:2004 ), hlm 167.
[16] Slamet Abidin, Aminuddin. Fiqih Munakahat, ( CV Pustaka Setia, Bandung:1999 ), hlm, 157.
[17] Satria Effendi. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, ( Prenada Media, Jakarta:2004 ), hlm 170.
[18] Imam Hanafi. Pengantar Ushul Fiqh dan Ilmu Fiqh,( STAIN, Pamekasan:2014 ), hlm, 95.
[19] Satria Effendi. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, ( Prenada Media, Jakarta:2004 ), hlm 170.

No comments:

Post a Comment